Senin, 10 Mei 2021

Cerai

 "Jaga anaku sebentar nanti pulang aku akan menceraikanmu, pesan ini tolong di perlihatkan kepada keluargamu"

Kalimat dari pesan whatsapp yang dikirim suamiku aku terkejut tak menyangka kalimat ini yg akan diucapkan. Langsinh ku telpon dia kutanya maksudnya dia pun menegaskan bahwa tdk usah panjang lebar, nanti pulangnya dia dari Surabaya kita akan berpisah, sedikit gertakan kuminta dia bicara langsung dengan ibuku, dan betapa kecewanya aku ternyata dia berani mengatakan hal yang sama bahwa ingin berpisah.

Kulihat wajah ibuku sedikit berkaca matanya dia menjawab mmg sejak dulu mm sudah ingatkan, tp klw mmg ini pilihannya tak mengapa tapi tolong jangan jadikan angkasa sebagai bahan rebutan.

Angkasa anakku usianya baru 8 bulan

Aku menikah dengan suamiku diakhir tahun 2019, suamiku bersatus duda mati dgn dua orang anak balita, fikiranku saat itu 

1. Dia lelaki hebat dari pengalaman hidup yang dia ceritakan

2. Dia ceedas dari cara kita membahas satu persoalan umum 

3. Melihat anaknya menagis mencari ayahnya waktu itu, hatiku bergetar


Rabu, 26 September 2018

Lagu Dangdut Rivan


Kabut Pagi hari masih meyelimuti puncak Dimito, tak ada suara bising sama sekali, taka ada asap kenderaan bermotor, tak ada suara klakson yang ramai, yang tinggal disini hanya udara dan angin, yang di perindah dengan kicauan burung, di tempat inilah Sari akan tinggal untuk melaksanakan tugasnya. Sari memulai kegiatan belajar hari ini dengan pengenalan huruf sebagian besar siswa kelas 1 masih belum mengenal abjad untuk huruf vokal, dapat dimaklumi mereka tidak melewati taman kanak-kanak atau dikenalkan dengan poster huruf yang dijual 5000/ lbr dipasar tradisional, keadaan kelas satu sedikit berbeda dengan sebelumnya sekarang kelas satu dan dua sudah di pisah dengan sekat Triplek Sari dikelas satu sedangkan ibu Lina yang mengajar kelas rangkap sebelumnya ada di kelas dua, sebelum memulai kegiatan belajar dilakukan lah pemelihian ketua kelas dan Rivan lah yang terpilih sebagai ketua kelas, Ketua kelas tidak berlaku selama setahun, Setiap Minggu ada Evaluasi Kerja, jika kerja nya bagus ketua kelas dapat melanjutkan tugasnya jika tidak akan ada pergantian, Sari menerapkan cara ini untuk melatih tanggung jawab bagi anak-anak nya selama memiliki jabatan baik di kelas atau dimanapun.
Sari memulai kegiatan nya pagi ini dengan menuliskan huruf A di papan hitam  kemudian bertanya “ ayo siapa yang ingat dengan huruf ini?”
Serempak anak – anak menjawab aaaaaaaa
“Kalau yang ini?”  Sari menuliskan huruf E
Masih secara klasikal mereka menjawab “eeeeee bu”
“Bagus” sambil megancungkan jari jempol untuk memuji  jawaban mereka
“Nah kalau papan tulis ini warnanaya apa?” Sari masih bertanya sambil berharap jawaban kali ini akan sama dengan sebelumnya
Kelas menjadi tenang, mereka saling menatap,  meminta jawaban atas pertanyaan tadi, kemudian munculah suara dalam keheningan kelas
“Gelap bu, warna nya Gelap” Jawab Rivan si ketua kelas Rivan punya kebiasaan unik, Rivan selalu menyanyi di setiap kesempatan, di dalam kelas saat belajar, di luar saat bermain dia pasti bernyanyi, lagu dangdut adalah lagu yang selalu dibawakan nya, bagi Sari itu sebuah pencapaian yang perlu di apresiasi, jika di lihat secara positif, hal ini juga membuktikan sesuatu yang dilihat atau di dengar setiap hari akan mudah di ingat.  Seperti halnya Rivan yang setiap hari mendengarkan lagu dangdut di rumahnya diapun dapat dengan mudah menghafal lagu tersebut, hal ini tentu saja berlaku sama bagi kegiatan pembelajaran di sekolah, pembelajaran yang di lakukan terus menerus dan diulang setiap hari akan memudahkan siswa mengingat dan memahaminya apalagi disajikan dalam kegiatan yang menyenangkan.
Jawaban Rivan tidak sepenuhnya salah mungkin gelap adalah salah satu sifat dari warna hitam
“ ia sifat nya gelap”, Sari mengkonfirmasi jawaban Rivan
“Ada beberapa warna yang sifatnya gelap seperti warna.....” belum sempat saya melanjutkan penjelasan saya, farel memotong dengan cepat “Hitam bu hitam” saya tersenyum dengan jawaban ini, “jadi sudah tau warna papan tulis di kelasmu?”
“ hitam” kelas kembali ramai
Selanjutnya Sari mengangkat sebatang kapur “nah kalau ini  warna nya apa? Warnanya sama seperti awan”
“ putih bu putih”
“namanya apa?”  Sari menggali pengetahuan mereka
“ kapur bu”
“ kegunaan nya untuk apa ?”
“ menulissss di papan hitam”
“Hebat semua ibu senang sekali”.
Setelah nya seperti biasa akan diadakan evaluasi lisan hadiah nya tentu saja giliran untuk istirahat lebih dulu. Anak- Anak terlihat natusias Sekali kali ini evaluasinya yaitu menyebutkan 3 huruf yang dituliskan Sari di papan tulis.  Evaluasinya berjalan Lancar sebagian besar siswa kelas satu berhasil menyebutkan 3 huruf dengan benar tinggallah Si ketua Kelas, si pesawat Dika dan Anggi di dalam Kelas,
“baik sekarang Rivan” Pinta sari dengan gagah berani Rivan maju mendekati papan dengan percaya Diri
Sari menuliskan huruf i dia menyebutnya “ikan untuk I, itu huruf I”
Sari mengajarkan anak-anak mengingat huruf dengan benda atau hal lain misalnya i untuk Ikan ikan huruf awalnya I sehingga anak-anak akan mudah mengenali huruf, A untuk Ayam dan seterusnya
Kemudian Sari mengganti tulisan dipapan dengan  dengan huruf A,
Rivan terlihat berpikir menemukan huruf yang ada didepannya, cukup lama dia berfikir akhirnya Sari memberikan clue “kukuruyuk”
Rivan pun tersenyum ke arah Sari “Ayo nak ini huruf apa?” tanya sari
“Saya tahu bu” sambil mengancungkan tangannya menandakan kepercayaan dirinya atas jawaban yang akan dia berikan
“ Aku mah apa atuhhh” dia menyanyikan sepenggal lirik lagu yang setelahnya Sari tau bahwa itu adalah potongan lirik lagu dangdut yang sedang ngeHits
Keyakinana Sari akan senyuman rivan sebelumnya perlahan pudar
“aku mah apa atuh untuk  A itu Huruf A”
Pudarnya keyakinana Sari seakan berbalik dan kembali memuncah, anak ini mengingat huruf A, lewat Aku Mah atuh, mungkin potongan lirik lagu itu lebih mudah di ingatnya dibandingkan dengan A untuk Ayam, atau Apel.
“Hebat sekali nak” Sari makin bersemangat “nah kalau yang ini?” Sari Menuliskan huruf Huruf U,
Kembali anak ini berfikir, Sari pun mempersiapkan diri untuk jawaban apa yang akan dia utarakan
“ apa ya?” Rivan masih berfikir
Sejenak kemudian dia tertawa “Saya tau” ujarnya
“ ia huruf apa nak”? Sari makin penasaran
Sejenak dia meliuk  liukan badannya
“huruf apa nak ? Sari mencoba bertanya lagi
“ibu hewan apa namanya, yang badannya panjang tak punya tangan dan kaki yang jalan nya begini”, kembali dia meliuk – liukan badan nya. Bukan nya menjawab pertanyaan Sari, Rivan malah bertanya kembali kepada Sari, tanpa memikirkan maksud pertanyaan nya Saripun menjawab
“Ular” jawab Sari untuk pertanyaan rivan yang terlihat sedikit susah payah setelah meliuk – liukan badan nya
“ itu Huruf U bu” tutup Rivan
Sari nampaknya paham maksud Rivan Ular untuk U, sehingga dia meliuk-liukan badannya seperti Ular yang namanya belum terlalau akrab dengan Rivan dibandingkan potongan lagu dangdut yang biasa di nyanyikan sehari–hari
Rivan adalah bagian kecil dari anak indonesia, yang memiliki cara belajar yang berbeda, jika ada yang mempunyai kemampuan  menghapal, numerik, mungkin Rivan mempunyai kemampuan mengingat namun sedikit sulit untuk membahasakan kejadian Rivan ini membuat Sari semakin percaya, bahwa anak-anak dibukit ininjuga punya kemampuan yang sama dengan anak di tempat lain yang membedakan nya mungkin hanya sarana pendukungnya,



Selasa, 11 September 2018

Pertemuan Pertama


Matahari tepat diatas kepala, debu jalanan terbang liar sesuka hati dibawa angin, mengendap di kaca jendela rumah penduduk yang pintunya tertutup rapat, jalanan desa masih sepi, hanya ada beberapa ekor sapi yang asik merumput di tepian jalan, pemiliknya tak mesti khawatir karena kemungkinan tersambar kenderaan bermotor sangat kecil, dengan menumpangi ojek Sari melewti jalanan ini, Sari baru dimutasikan ke tempat ini, sambil  bertanya sana sini akhirnya sari sampai di kantor dinas kecamatan, bangunan bercat putih itu terlihat usang temboknya mulai ditumbuhi lumut, sebagian lantainya retak sehingga berpasir disana sini, plafonnya pun kalah sama air hujan sehingga harus meninggalkan lubang besar akibat terpaan air hujan, Sari disambut oleh pak Wiro pengawas Tingkat SD
“Ohh jadi ini guru baru yang bertugas di Dimito? Tanya pak Wiro ketika menyapa Sari
“ia Pak” Sari mengangguk
“jadi siap ke Dimito? “sambil membenarkan posisi duduknya menghadap Sari
“ia pak” sari mengangguk sekali lagi
Setelah memberikan surat perintah penugasan Sari melanjutkan perjalanannya menuju sekolah tempat dia bertugas, pengawas yang tadi tidak mengantarkan Sari dengan alasan medan nya cukup berbahaya jika harus jalan siang ini, jika besok pagi dia baru bisa mengantarkan Sari. Sari berterimakasih atas niat baik Pak Wiro, namun rasa penasarannya kali ini membuatnya semakin ingin sampai disekolah nya yang baru
Matahari semakin terik tubuh Sari mulai berguncang di atas jalanan berlubang, rumah penduduk tak tampak lagi, hanya area perkebunan dan persawahan yang dapat di jangkau mata. Jalanan yang di lalui Sari mulai menanjak, bebatuan jalan yang  dilintasi ban motor meloncat sana sini,  hampir sekitar 20 Km mereka berkendara, belum melihat bangunan sekolah, rumah pendududk terakhir sudah di lewati 10 menit yang lalu, sampai akhirnya Sari tersenyum melihat bangunan sekolah bercat kuning di depan “ akhirnya mereka sampai” fikir Sari, bergegas dia turun dari  kenderaan beroda dua yang ditumpanginya. Sekolah bercat kuning yang mulai pudar ini, terletak di depan lapangan yang penuh dengan kotoran sapi disetiap sudut, Sari mendekati seorang warga yang sedang menunggi sapinya  dan bertanya tentang sekolah di depan nya,
“oh bukan bu SDN 25 Mah jauhhh, Noh lagi kesana lagi, Lewat Kali dingin” jelas bapak itu
Tubuh sari mulai mendingin ini saja sudah cukup jauh bagaimana dengan yang di jelaskan bapak tadi,” pikir sari dalam hati
“ ibu mau ke kali dingin?  Sari menoleh sambil mengangguk mengarah kepada laki-laki bertubuh kecil yang berdiri tidak jauh dari Sari
“ mari ikut saya bu, biar saya antar”
Sedikit ragu-ragu Sari kembali menaiki ojek Nya mengikuti bapak yang tadi dari beakang, jalanan yang di lewati bukan jalanan dengan aspal lagi, melainkan jalan desa sederhana, tak ada rumah warga sama sekali perkebunan tebu di samping kiri dan kanan kanan, ada sedikit perasaan takut dalam hati Sari haruskah dia melanjutkan perjalanannya pertanyaan bagaiman pun muncul
“bagaimana kalau si bapak bohong?
“Bagaimana kalau si bapak termasuk komplotan penculik?
Berbagai pertanyaan dengan nuansa negatif mulai muncul selama perjalanan menuju tempat dimana dia harus mendedikasikan diri sebagai pengajar.
Kali ini mereka melewati jembatan yang kedua, disamping nya tertulis Kali dingin, sepertinya ini yang dimaksudkan warga dengan kali dingin, jalanan mulai berbelok sedikit Sari harus turun dan berjalan kaki karena, keadaan ban motor tidak akan mampu jika harus membonceng sari dibelakang nya, akhirnya jalanan mulai menanjak lagi, Keringat Sari bercucuran membasahi sebagian kerudung biru nya, akhirnya si penunjuk jalan tadi berbelok dan memarkirkan motornya,
“kita ga bisa nanjak lagi bu, dari sini harus jalan kaki sekolah nya ada di atas”  bapak itu mnjelaskan sambil menunjuk kearah bukit,
Sari menengok ke arah bukit tampak sang merah putih berkibar disana, mungkin ini satu-satunya tanda bahwa masih ada sekolah di tempat ini,
Sari melanjutkan perjalanan nya dengan berjalan kaki, tidak sampai 10 menit sari sudah melihat bangunan sekolah di depan nya,
Di bawah terik matahari Sari berdiri tegap melihat sekolah yang ada di depan nya, setelah melalui perjalanan 40 KM dari Pusat kecamaan, dengan medan yang tergolong berat akhirnya dia sampai di SDN 25, Sekolahnya berada di atas bukit  lingkungan halamannya di pagari dengan kawat, bukan kayu melainkan kawat, hanya ada 2 rumah warga yang di bangun di sekitar sekolah itu, rumah sangat sederhana, tidak ada pohon sama sekali di halaman sekolah, beberapa kali Sari membuka Surat Perintah Penugasannya SDN 25, tertulis disana, Sari mencoba menyesuaikannya dengan nomeklatur sekolah didepanya yang tulisanya pun sudah tidak jelas lagi. Mungkin dia berharap Kali ini dia salah lagi seperti sebelumnya, namunsepertinya tidak meskipun sudah pudar tulisan SDN 25 masih bisa dilihat dengan sedikit membungkukan badan
 Sekolah dengan hanya TIGA ruangan RKB, tanpa pohon di halaman nya, tanpa warga di sekitarnya, ada perasaan haru  dalam hati Gadis BERUSIA 22 tahun ini saat melihat sang merah putih berkibar di atas puncak berkibar dengan gagahnya, bendera yang menjadi simbol pemersatu bangsa ini pun seakan menjadi tanda  bahwa bahkan di daerah inipun anak-anak Indonesia berhak untuk pintar. Setelah beberapa menit berada di depan sekolah Sari melangkahkan kaki nya masuk kedalam sekolah,  tak sulit menemukan ruangan dewan Guru disekolah ini, karena hanya ada 3 ruangan 1 ruangan dipakai untuk kelas paralel kelas 1 dan dua, ruangan yang lain dIpakai untuk 3 kelas, kelas 3 dan 4 yang di paralelkan sementara dibagian lain kelas 5, pembatas antar ruang hanya disekat triplek, bisa dibayangkan bagaimana ramainya suasana kelas ketika guru menjelaskan didepan kelas, sementara 1 ruangan yang lain digunakan untuk ruang kelas 6, ruang dewan guru dan ruang pimpinan kepala sekolah yang di padukan dengan ruang perpustakan, tidak ada toilet hanya ada toilet alam, sungai di belakang sekoah yang untuk mencapai sungai itu harus menuruni bukit sambil memegangi akar-akar pohon agar tidak tergelincir.
Setelah menghadap kepala sekolah sari diantarkan menuju kelas untuk sementara waktu Sari mengajar di kelas 1 Sedangkan guru sebelumnya mengajar di kelas dua sehingga kelas satu dan kelas dua tidak lagi menjalani pembelajaran kelas rangkap.
“Selamat siang anak-anak” sapa pak Imran mulai memperkenalkan Sari, “nah hari ini kita kedatangan seorang guru baru namanya ibu Sari”  pak Imran mulai mengenalkan Sari yang berdiri di belakang nya, nah anak-anak nanti tidak boleh nakal ya sama ibu Sari” pesan pak Imran sebelum meninggalkan Sari dengan anak-anak yang menatap Sari dengan heran, kelas satu berjumlah 15 orang anak-anak dengan rentang usia 6-8 tahun, keadaan mereka pun tidak seperti anak-anak kelas satu pada umumnya yang punya tas, sepatu dan seragam baru, seragam mereka sebagian besar berwarna kecoklatan, tak lagi putih, jika ada yang berwarna putih serat kainnya mulai menipis karena berulang-ulang kali direndam dengan asam sitrat, tas yang mereka gunakan pun dari kantong kresek yang disambungkan dengan tali rapia, sungguh pemandangan yang baru bagi Sari yang sebelumnya bertugas diKota dengan suasana sekolah dengan taman yang rindang, kelas ber-AC serta siswa yang mungkin tak mengenal asam sitrat.
Sari maju selangkah dari posisi nya berdiri, belum sempat membuka mulut Sari terkejut seorang Anak berlari dengan arah Zig-zak seperti pesawat yang kehilangan arah, “perkenalkan Bu saya Dika, Ini kapur tulisnya” anak laki-laki bertubuh subur itu menyerahkan sebatang kapur tulis untuk Sari, perlahan-lahan Sari mengambilnya, setelah Dika, Sari meminta yang lain menyebutkan nama dan kelas agar bisa lebih dekat akhirnya setelah Dika si pesawat sari mengenal 14 anak yang lain, Ail, Anggi, Antika, Bayu, Farel, Idho, Imel, Kesya, Minyo, Muti, Niar, Lela, Paldi dan Rivan.
Inilah pertemuan pertama bu Sari dengan mereka,

Cerpen 3 Hari untuk Selamanya


DIA 3 Hari Untuk Selamanya?
Siang ini aku memasuki pelataran kampus, kampus yang sudah 6 tahun aku tinggalkan, kampus yang telah memberikan ku ijasah sebagai bekal menapaki kehidupan selanjutnya, kampus yang mengenalkan ku akan arti sebuah perjuangan, disebutnya kampus peradaban.
Bangunannya sedikit mengalami perubahan disana sini baru melangkahkan kaki melawati pintu gerbang  aku disapa oleh seseorang yang wajahnya masih lekat dalam ingatan, orang yang selalu berurusan dengan mahasiswa terlebih masalah beasiswa pak Baka namanya, dengan senyum khasnya dia menyapaku, akupun menyalaminya dengan takjim, kulanjutkan langkah kaki menyusuri area kampus, ruang perpustakannya masih sama, penjaga nya saja yang berubah, dari info yang aku dengar pengelola sebelumnya sudah meninggal dunia, ahh rasanya belum sempat meminta maaf atas kecurangan ku, meminjam buku pada saat penyusunan skripsi lalu, semoga ibu memaafkan amin,
Tak jauh dari ruangan perpustakan terdapat sebuah pendopo bangunan nya semakin luas karena  sekarang telah dirangkaikan dengan gedung aula, aku memutuskan duduk sejenak disini di tangga-tangga pendopo ini, sambil melihat sekitarnya. Suasana nya telah berbeda mungkin seperti suasana hatiku saat ini.
6 tahun yang lalu di pendopo ini aku bertemu dengan nya, senyum khas nya langsung membuatnya berbeda, sangat berbeda karena senyum itu masuk kedalam palung hatiku yang paling dalam dan berdiam disana, memberikan nuansa lain dalam hati, membuatnya bergetar, sehingga urat saraf menuju otak pun membuat fikiran ini selalu memikirkan nya, pria tinggi, kurus dan berambut keriting ini tak ingin keluar dari dalam palung hati sejak pertemuan pertama.
Akupun semakin terpana, bukan karena wajahnya, caranya bertutur, sikap lelakinya yang menunjukan kedewasaan yang sangat menghormati wanita, serta kebiasaan hidup bersihnya membuat dia semakin menarik untuk di fikirkan.
Namun pertemuan itu tak berlangsung lama dia harus kembali ke ibu kota, melanjutkan hidupnya, dan aku pun demikian di kota ini melanjutkan kehidupan ku, lalu bagaimana dengan kisah kita? kisah yang dinamakan nya 3 hari untuk selamanya? Mungkinkah bisa pertemuan 3 hari menjadi selamanya? Hanya DIA lah yang maha tau, karena hanya dia yang dapat membolak–balikan hati.
Seperti  katanya ini kisah tiga hari untuk selamanya, kita sepakat untuk menjalani cerita ini meskipun harus terpisah jarak antar pulau bukankah kita tetap satu indonesia? Ucapnya setiap kali aku melibatkan masalah jarak
Tak mudah menjalani kisah ini tak semudah mengucapkan kalimat “tiga hari untuk selamanya”,  tapi toh hati ini tak cukup mudah untuk mengakhirinya. Pernah sekali aku memilih mundur, merasa ini tidak mudah, merasa kisah ini tak berujung, bisa saja  judulnya tiga hari untuk selamanya , tapi selamanya berpisah? Aku mulai ragu
“kamu ngomong apa sih ay? suara tegasnya namun selalu lembut
Kalimat yang selalu dia ucapkan disaat aku mulai goyah
Perlahan–lahan akupun kembali ke kisah tiga hari untuk selamanya..
Cukup lama aku duduk di tangga pendopo ini mengenang awal pertemuan ku dengan nya, perutpun rasanya mulai lapar, sehingga kusempatkan langkah kaki ini ke arah kantin kampus. Sama seperti bangunan yang lain kantin ini masih seperti dulu bangunan nya, belum berubah sama sekali, penataan nya masih sama warna kursinya dan menu makanan nya pun masih seperti dahulu, aku masuk kedalam kantin dan memilih duduk di pojokan dekat jendela menghadap ke arah pintu kelas ruang kuliah, tempat dimana aku menghabiskan  waktu berjam-jam bicara via telefon dengan nya, sekedar menceritakan kegiatan ku begitupun dengannya, dia adalah komentator terbaikku, dalam segala hal, tak banyak dia membahasakan cinta terhadapku, dia lebih ingin membahasakan kehidupan dan bagaimana melewatinya  karena pada akhirnya dia menyatakan ingin hidup bersamaku, di tahun ketiga hubungan kami, setelah tahun sebelumnya kita bertemu di ibukota, dan you gotta know how to treat me like a lady, hari pertama bertemu di lobi hotel rasanya agak canggung, lagi lagi dia membuatku terkesan dengan caranya mencairkan suasana menghilangkan kecanggungan setelah 2 tahun tidak bertemu, kita mengunjungi beberapa tempat saat itu sebelum akhirnya kita pun harus kembali melanjutkan kehidupan kita dia tetap dikota nya dan aku kembali ke kota ku, rasanya masih ingin bersama dengan nya rindu ini belum usai, kembali dia menjadi bayangan yang selalu aku fikirkan.
Sambil menikmati sepiring indomie dengan tiga potong cabe rawit aku membuka notebook ku untuk mengecek imel dari teman ku,
Bahkan menggunakan fasilitas surel pun aku diajarkan olehnya, jika pasangan yang lain coupelan baju, gelang atau bahkan no HP maka kita coupelan email. Alamat email nya pun akronim dari nama kita romantisme yang tak pernah terduga karena kamu berbeda.
Biongo,, andai saja arti kata itu adalah sayangku,
Tapi diri ini tidak akan pernah menyesalinya
Apapaun arti dari semua yang sudah kami lewati
Mungkin tidak ada kata yang bisa menggambarkan nya

Akhirnya kurasakan lembut tangan nya
Wangi rambutnya dan indah senyumnya

Tidak rela melihatnya pergi
Disaat dia ada disisi
Ya tuhan ciptaan mu inilah yang ingin kujadikan teman sampai nanati
Kuatkanlah dia dan hamba
Kuingin dia halal untukku
Sampai akhirnya jiwa ini pergi meninggalkan raga

Love u biongo
Surat elektronik pertama yang dia kirimkan tepat pada saat aku mendarat sempurna di kotaku, rasanya ingin kembali kedalam pesawat, kembali melintasi angkasa untuk sekedar rindu yang belum usai, namun kita punya tenggung jawab untuk hidup kita saat itu.
Sejak saat itu kita mulai saling mengunjungi, kunjungan kedua nya ke kota ini di acara kelulusan ku, dia bertemu orang tua ku, sekali lagi dia mampu membuatku mengikhlaskan hati untuk dimilikinya,
“ saya tau kok dia anaknya malas, suka marah-marah, saya sudah terbiasa soalnya” tuturnya di kala orang tuaku menceritakan kebiasaan burukku
“saya tidak masalah dengan hal itu karena saya udah sayang sama dia” aku bisa apa ketika malam itu dia menegaskan ingin hidup bersamaku, hidup dengan keluargaku yang malam itu membuat nya nyaman.
Ku habiskan suapan terakhir indomie sebelum meninggalkan kantin kampus, masih ada coretan nama kita di didnding belakang kelas, yang aku tuliskan dulu, rasanya bayanganku masih duduk disana sambil tertawa berbicara dengan nya melalui telepon selular
Setelah kunjungan nya ke kotaku tahun berikutnya aku kembali mengunjungi nya kali ini, aku bertemu dengan keluarganya, keluarganya sangat ramah, ada ibu, bapak, kakak, adik dan ponakan nya rasanya tidak berbeda dengan keluarga ku. Mungkinkah kisah tiga hari untuk selamanya mulai mendapatkan jawaban nya?
Hari ini setelah menikmati jajanan di area monas kita memutuskan untuk nonton, pertama kalinya aku memasuki studio di kawasan Epicentrum Rasuna Said, dengan dandanan yang seadanya, dengan kantong plastik hasil jajanan di monas sebelumnya, selayaknya pahlawan tanpa topeng dengan penuh percaya diri menggenggam erat tanganku masuk kedalam studio, ada perasaan tidak nyaman karena melihat pengunjung yang lain, “tau begitu aku dandan maksimal tadi” gerutuku dalam hati, tapi tanpa dandan pun aku sudah di kenalkan sebagai kekasihnya kepada temannya yang saat itu bertemu di pintu masuk, ahhh melted rasanya,,
aku semakin mengaguminya, dia mengajakku ke berbagai tempat bukan sekedar ingin pamer, dia punya penjelasan yang luas ketika berada disana, mengejutkan, dia bahkan mengingat hal – hal kecil yang pernah menjadi bahasan kita di telepon, dia memilih meja terpisah pada saat makan karena saat itu dia memesan  semangkok tongseng  kambing, dia benar- benar ingat bahwa aku tak begitu suka dengan kambing, sambil sesekali datang melihat jika aku makan dengan benar, dia tau aku paling suka ayam goreng crispy sehingga bisa habis dua, cukup banyak yang dia ketahui tentang aku, usahanya pun tak main–main, untuk sekedar bertahan pada kisah ini. Pernah suatu ketika di malam perpisahan tahun, karena macetnya ibu kota kita agak kesulitan sampai ke bundaran HI, seperti biasa aku pun mulai sewot dan mengomel, tanpa membalas omelanku, tanpa rasa marah, dengan penuh kesabaran dia berusaha mencari jalan sampai akhirnya bisa mendekati area bundaran HI untuk menyaksikan pesta kembang api, dengan sangat hati- hati dia memilih posisi yang nyaman agar aku bisa melihat kembang api, tanpa harus tersenggol oleh pengunjung lain, tiba pada saat pergantian tahun dia membisikan kalimat  “selamat ulang tahun, semoga marah–marah nya cepat hilang”. Akupun tersenyum
Kesabarannya, senyumnya membuat hati semakin teduh, aku menemukan cinta yang bahkan sebelumnya belum pernah aku rasakan, jika berdosa mencintai makhluk tuhan dan haram mengungkapkan rasa, aku ikhlas menjadi pendosa, tak mampu rasanya menghilangkan dia dari hidup ini, dia menjadi kebutuhan lain yang setiap hari harus ada dalam hidupku, bagaimana tidak, tugas kuliah disempurnakan nya, masalah pekerjaan di dengarkan nya, pandangan nya menjadi pertimbangan penting untuk ku, bahkan drama korea pun masih melibatkan nya.
Pernah suatu ketika aku menanyakan tentang cara dia memperlakukan ku kenapa selalu menjawab ia?
Dan lagi–lagi jawaban nya “ kalau jawab nya tidak ntar ngambek lagi, ngancam minta putus” canda nya saat itu
Setakut itukah dia jika putus dengan ku?
Bukan kah ada banyak wanita yang lebih cantik, seksi, pintar, dan menarik lain nya di ibu kota kenapa harus bertahan denganku? Bahan yang selalu aku tanyakan dikala keraguanku akan cintanya muncul
“ ay kita jauh, ga kayak pasangan yang lain, yg kalau berantem dikit, tinggal datang bawa bunga terus minta maaf, ia, disini bahkan yang lebih cantik dari kamu ada ribuan malah, tapi mereka mana mau tuh sama aku? kemudian dia akan tertawa
“kita udah cukup saling tahu lah, aku suka kamu tanpa alasan dan bukan karena, entahlah jika kamu bilang kamu suka aku karena aku cukup cerdas, aku bisa memperlakukan mu dengan baik, aku malah tidak dapat menemukan satu alasan pun mengapa aku mencintaimu, aku butuh kamu untuk hidupku karena aku ingin hidup bersamamu, tak peduli apapun itu aku ingin kamu, meskipun harus menunggu lebih lama lagi”

Dia menangis dikala aku memutuskan melanjutkan studiku di tahun yang kita rencanakan untuk menikah, mungkin para pecinta akan dengan senang hati memakiku karena mengecewakan nya saat itu, bahkan aku tak mampu memberikan alasanku saat itu, keinginan itu membuat orang paling kucinta saat itu menangis, tapi bahkan dia tidak pergi meninggalkan ku,
“ ga papa ay, kita nikah pas kamu selesai kulaih nya ya” masih dengan berbesar hati dia menerima dan meghormati keputusaku
Bukan tidak banyak yang kami hadapi setelah saat  itu, sampai pada suatu sore dia mengirimkan sebuah pesan isi nya mengatakan kita harus berpisah, karena uang tabungan yang di kumpulkan selama ini harus digunkaan untuk membayar pinalti ke perusaahaan tempat dia bekerja, karena melanggar perjanjian kerja dimana karyawan tidak diperbolehkan pindah ke perusahaan klien, perusaahaan nya melayani sebuah perusahaan besar, dan untuk mengembangkan karier nya dia memutuskan pindah ke perusahaan yang lebih besar, yang sebelumnya telah di diskusikan  dengan ku, saat itu aku menegaskan tidak ingin berpisah ini tahun ke empat kita bersama, setelah berbagai penjelasan kita pun kembali lagi, rasanya mudah saja melewati nya jika hati punya arah dan jarum kompas yang sama,
Di perusaahan baru tempat dia bekerja, aku tidak begitu akrab dengan lingkungan nya, seperti perusahaan nya sebelumnya, yang bahkan nama OB nya sangat akrab di telinga, karyawan yang udah resign pun tak kalah akrab di telinga. Mungkin kesibukan ku dengan urusan kampus, dan kesibukan barunya sehingga kita berdua jarang membicarakan teman kantornya ataupun teman kampusku.

Hari ini jumat april 2014, tepat pukul 11.00 wita dia menelfonku, menayakan kabar ku, saat itu ku jawab baik seprti biasa, kemudian dia meminta aku mendoakaan nya, jawabkupun ia pasti selalu ku do’a kan, saat itu dia bilang mau meniakah, dan ku jawab ia kita menikah tahun ini, september setelah wisuda, dan dia menjawab, tidak dia akan menikah sabtu besok, dan dia tidak sedang bercanda saat itu dia menelpon dari dalam kereta menuju rumah calon pengantin nya
Tangan ku gemetar nyaris ponsel ditanganku terjatuh, bibir ku menganga, tak bisa keluar satu kata apa pun rasanya keluh, kaki ku tak bisa kurasakan lagi tubuh ini bagai melayang, ya tuhan seperti inikah rasanya, aku berusaha menyadarkan diri tak jelas apa yang di ucapkan nya melalui telefon tadi, ini tahun keenam kita, nyatakah yang diucapkan nya barusan?
Tak ingin mengganggu pekerjaanku, masih ku simpan semua yang terjadi siang itu sampai akhirnya dada ini terlalu sesak untuk menyimpan nya sendiri, tumpahlah semua di depan NYA. Seperti aliran anak sungai mengalir dari pelupuk mata, bahkan sekalipun diri ini rela menjadi pendosa untuk cinta, cinta bukan milik kita, dialah sang pemilik cinta, apa guna nya berharap kepada manusia jika dialah pemilik segalanya, ingin rasanya meminta agar dia tidak dijodohkan dengan wanita itu, dia kebutuhan ku, harusnya dia bersamaku? Tapi aku bisa apa ketika tangan tuhan yang menyatukan mereka dalam sebuah ikatan suci pernikahan, aku takut dengan keinginan diri ini, semakin jauh aku masuk dalam lubang dosa masih berani menginginkan  sesuatu yang olehnya bukan milik ku,  tentu saja tak mudah menghadapinya, tak perlu kujelaskan kita yang punya hati pasti bisa merasakan nya,  hancur bangunan kisah tiga hari untuk selamanya. Ini tidak mudah benar-benar tidak mudah tapi bukan tidak mungkin untuk ku melewatinya. dia bukan lagi kebutuhan ku melainkan hanya sekedar keinginan ku, bukan kah tuhan memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan, keputusan ini tidak serta merta dengan mudah di terima oleh logikaku saat itu, keadaan ini memberikan point of view yang baru buatku, bahwa berharaplah hanya padanya, bukan kepada makhluknya, cintailah makhuknya sekedar nya, karena kita hanya sebagian kecil miliknya termasuk rasa yang ada. ini bukan tanpa rasa kecewa, manusiawi rasa itu karena akupun juga ciptaan nya. Aku tak perlu menanyakan alasan nya, tak harus kupikirkan yang sudah kita lalui selama 6 tahun ini, buat apa? Dia punya hak untuk menetukan pilihan hidupnya, dan aku pun harus memilih pada akhirnya.
Tak akan ku sesali apa yang sudah kita lewati hampir enam tahun, dia pernah menjadi kebutuhan ku saat itu, dia juga mengajari banyak hal positif untukku, dia menjagaku lebih dari menjaga hidupnya, dia mengantarkanku untuk lebih dekat lagi dengan DIA, dia memberikan warna hidup yang akhirnya saya tau awan gelap yang mengantarkan hujan dan hujan akan meninggalkan pelangi.
Aku menarik nafas panjang melihat foto alumni terpajang ada fotoku disana, aku tersenyum saat itu, bahkan jika yang aku pikir kebutuhan ku hilang saat itu, aku masih bisa tersenyum, karena sekarang ku gantungkan harapan ku lebih tinggi dan hanya padaNYA.


1 September 2015
Biongo…..