Selasa, 11 September 2018

Cerpen 3 Hari untuk Selamanya


DIA 3 Hari Untuk Selamanya?
Siang ini aku memasuki pelataran kampus, kampus yang sudah 6 tahun aku tinggalkan, kampus yang telah memberikan ku ijasah sebagai bekal menapaki kehidupan selanjutnya, kampus yang mengenalkan ku akan arti sebuah perjuangan, disebutnya kampus peradaban.
Bangunannya sedikit mengalami perubahan disana sini baru melangkahkan kaki melawati pintu gerbang  aku disapa oleh seseorang yang wajahnya masih lekat dalam ingatan, orang yang selalu berurusan dengan mahasiswa terlebih masalah beasiswa pak Baka namanya, dengan senyum khasnya dia menyapaku, akupun menyalaminya dengan takjim, kulanjutkan langkah kaki menyusuri area kampus, ruang perpustakannya masih sama, penjaga nya saja yang berubah, dari info yang aku dengar pengelola sebelumnya sudah meninggal dunia, ahh rasanya belum sempat meminta maaf atas kecurangan ku, meminjam buku pada saat penyusunan skripsi lalu, semoga ibu memaafkan amin,
Tak jauh dari ruangan perpustakan terdapat sebuah pendopo bangunan nya semakin luas karena  sekarang telah dirangkaikan dengan gedung aula, aku memutuskan duduk sejenak disini di tangga-tangga pendopo ini, sambil melihat sekitarnya. Suasana nya telah berbeda mungkin seperti suasana hatiku saat ini.
6 tahun yang lalu di pendopo ini aku bertemu dengan nya, senyum khas nya langsung membuatnya berbeda, sangat berbeda karena senyum itu masuk kedalam palung hatiku yang paling dalam dan berdiam disana, memberikan nuansa lain dalam hati, membuatnya bergetar, sehingga urat saraf menuju otak pun membuat fikiran ini selalu memikirkan nya, pria tinggi, kurus dan berambut keriting ini tak ingin keluar dari dalam palung hati sejak pertemuan pertama.
Akupun semakin terpana, bukan karena wajahnya, caranya bertutur, sikap lelakinya yang menunjukan kedewasaan yang sangat menghormati wanita, serta kebiasaan hidup bersihnya membuat dia semakin menarik untuk di fikirkan.
Namun pertemuan itu tak berlangsung lama dia harus kembali ke ibu kota, melanjutkan hidupnya, dan aku pun demikian di kota ini melanjutkan kehidupan ku, lalu bagaimana dengan kisah kita? kisah yang dinamakan nya 3 hari untuk selamanya? Mungkinkah bisa pertemuan 3 hari menjadi selamanya? Hanya DIA lah yang maha tau, karena hanya dia yang dapat membolak–balikan hati.
Seperti  katanya ini kisah tiga hari untuk selamanya, kita sepakat untuk menjalani cerita ini meskipun harus terpisah jarak antar pulau bukankah kita tetap satu indonesia? Ucapnya setiap kali aku melibatkan masalah jarak
Tak mudah menjalani kisah ini tak semudah mengucapkan kalimat “tiga hari untuk selamanya”,  tapi toh hati ini tak cukup mudah untuk mengakhirinya. Pernah sekali aku memilih mundur, merasa ini tidak mudah, merasa kisah ini tak berujung, bisa saja  judulnya tiga hari untuk selamanya , tapi selamanya berpisah? Aku mulai ragu
“kamu ngomong apa sih ay? suara tegasnya namun selalu lembut
Kalimat yang selalu dia ucapkan disaat aku mulai goyah
Perlahan–lahan akupun kembali ke kisah tiga hari untuk selamanya..
Cukup lama aku duduk di tangga pendopo ini mengenang awal pertemuan ku dengan nya, perutpun rasanya mulai lapar, sehingga kusempatkan langkah kaki ini ke arah kantin kampus. Sama seperti bangunan yang lain kantin ini masih seperti dulu bangunan nya, belum berubah sama sekali, penataan nya masih sama warna kursinya dan menu makanan nya pun masih seperti dahulu, aku masuk kedalam kantin dan memilih duduk di pojokan dekat jendela menghadap ke arah pintu kelas ruang kuliah, tempat dimana aku menghabiskan  waktu berjam-jam bicara via telefon dengan nya, sekedar menceritakan kegiatan ku begitupun dengannya, dia adalah komentator terbaikku, dalam segala hal, tak banyak dia membahasakan cinta terhadapku, dia lebih ingin membahasakan kehidupan dan bagaimana melewatinya  karena pada akhirnya dia menyatakan ingin hidup bersamaku, di tahun ketiga hubungan kami, setelah tahun sebelumnya kita bertemu di ibukota, dan you gotta know how to treat me like a lady, hari pertama bertemu di lobi hotel rasanya agak canggung, lagi lagi dia membuatku terkesan dengan caranya mencairkan suasana menghilangkan kecanggungan setelah 2 tahun tidak bertemu, kita mengunjungi beberapa tempat saat itu sebelum akhirnya kita pun harus kembali melanjutkan kehidupan kita dia tetap dikota nya dan aku kembali ke kota ku, rasanya masih ingin bersama dengan nya rindu ini belum usai, kembali dia menjadi bayangan yang selalu aku fikirkan.
Sambil menikmati sepiring indomie dengan tiga potong cabe rawit aku membuka notebook ku untuk mengecek imel dari teman ku,
Bahkan menggunakan fasilitas surel pun aku diajarkan olehnya, jika pasangan yang lain coupelan baju, gelang atau bahkan no HP maka kita coupelan email. Alamat email nya pun akronim dari nama kita romantisme yang tak pernah terduga karena kamu berbeda.
Biongo,, andai saja arti kata itu adalah sayangku,
Tapi diri ini tidak akan pernah menyesalinya
Apapaun arti dari semua yang sudah kami lewati
Mungkin tidak ada kata yang bisa menggambarkan nya

Akhirnya kurasakan lembut tangan nya
Wangi rambutnya dan indah senyumnya

Tidak rela melihatnya pergi
Disaat dia ada disisi
Ya tuhan ciptaan mu inilah yang ingin kujadikan teman sampai nanati
Kuatkanlah dia dan hamba
Kuingin dia halal untukku
Sampai akhirnya jiwa ini pergi meninggalkan raga

Love u biongo
Surat elektronik pertama yang dia kirimkan tepat pada saat aku mendarat sempurna di kotaku, rasanya ingin kembali kedalam pesawat, kembali melintasi angkasa untuk sekedar rindu yang belum usai, namun kita punya tenggung jawab untuk hidup kita saat itu.
Sejak saat itu kita mulai saling mengunjungi, kunjungan kedua nya ke kota ini di acara kelulusan ku, dia bertemu orang tua ku, sekali lagi dia mampu membuatku mengikhlaskan hati untuk dimilikinya,
“ saya tau kok dia anaknya malas, suka marah-marah, saya sudah terbiasa soalnya” tuturnya di kala orang tuaku menceritakan kebiasaan burukku
“saya tidak masalah dengan hal itu karena saya udah sayang sama dia” aku bisa apa ketika malam itu dia menegaskan ingin hidup bersamaku, hidup dengan keluargaku yang malam itu membuat nya nyaman.
Ku habiskan suapan terakhir indomie sebelum meninggalkan kantin kampus, masih ada coretan nama kita di didnding belakang kelas, yang aku tuliskan dulu, rasanya bayanganku masih duduk disana sambil tertawa berbicara dengan nya melalui telepon selular
Setelah kunjungan nya ke kotaku tahun berikutnya aku kembali mengunjungi nya kali ini, aku bertemu dengan keluarganya, keluarganya sangat ramah, ada ibu, bapak, kakak, adik dan ponakan nya rasanya tidak berbeda dengan keluarga ku. Mungkinkah kisah tiga hari untuk selamanya mulai mendapatkan jawaban nya?
Hari ini setelah menikmati jajanan di area monas kita memutuskan untuk nonton, pertama kalinya aku memasuki studio di kawasan Epicentrum Rasuna Said, dengan dandanan yang seadanya, dengan kantong plastik hasil jajanan di monas sebelumnya, selayaknya pahlawan tanpa topeng dengan penuh percaya diri menggenggam erat tanganku masuk kedalam studio, ada perasaan tidak nyaman karena melihat pengunjung yang lain, “tau begitu aku dandan maksimal tadi” gerutuku dalam hati, tapi tanpa dandan pun aku sudah di kenalkan sebagai kekasihnya kepada temannya yang saat itu bertemu di pintu masuk, ahhh melted rasanya,,
aku semakin mengaguminya, dia mengajakku ke berbagai tempat bukan sekedar ingin pamer, dia punya penjelasan yang luas ketika berada disana, mengejutkan, dia bahkan mengingat hal – hal kecil yang pernah menjadi bahasan kita di telepon, dia memilih meja terpisah pada saat makan karena saat itu dia memesan  semangkok tongseng  kambing, dia benar- benar ingat bahwa aku tak begitu suka dengan kambing, sambil sesekali datang melihat jika aku makan dengan benar, dia tau aku paling suka ayam goreng crispy sehingga bisa habis dua, cukup banyak yang dia ketahui tentang aku, usahanya pun tak main–main, untuk sekedar bertahan pada kisah ini. Pernah suatu ketika di malam perpisahan tahun, karena macetnya ibu kota kita agak kesulitan sampai ke bundaran HI, seperti biasa aku pun mulai sewot dan mengomel, tanpa membalas omelanku, tanpa rasa marah, dengan penuh kesabaran dia berusaha mencari jalan sampai akhirnya bisa mendekati area bundaran HI untuk menyaksikan pesta kembang api, dengan sangat hati- hati dia memilih posisi yang nyaman agar aku bisa melihat kembang api, tanpa harus tersenggol oleh pengunjung lain, tiba pada saat pergantian tahun dia membisikan kalimat  “selamat ulang tahun, semoga marah–marah nya cepat hilang”. Akupun tersenyum
Kesabarannya, senyumnya membuat hati semakin teduh, aku menemukan cinta yang bahkan sebelumnya belum pernah aku rasakan, jika berdosa mencintai makhluk tuhan dan haram mengungkapkan rasa, aku ikhlas menjadi pendosa, tak mampu rasanya menghilangkan dia dari hidup ini, dia menjadi kebutuhan lain yang setiap hari harus ada dalam hidupku, bagaimana tidak, tugas kuliah disempurnakan nya, masalah pekerjaan di dengarkan nya, pandangan nya menjadi pertimbangan penting untuk ku, bahkan drama korea pun masih melibatkan nya.
Pernah suatu ketika aku menanyakan tentang cara dia memperlakukan ku kenapa selalu menjawab ia?
Dan lagi–lagi jawaban nya “ kalau jawab nya tidak ntar ngambek lagi, ngancam minta putus” canda nya saat itu
Setakut itukah dia jika putus dengan ku?
Bukan kah ada banyak wanita yang lebih cantik, seksi, pintar, dan menarik lain nya di ibu kota kenapa harus bertahan denganku? Bahan yang selalu aku tanyakan dikala keraguanku akan cintanya muncul
“ ay kita jauh, ga kayak pasangan yang lain, yg kalau berantem dikit, tinggal datang bawa bunga terus minta maaf, ia, disini bahkan yang lebih cantik dari kamu ada ribuan malah, tapi mereka mana mau tuh sama aku? kemudian dia akan tertawa
“kita udah cukup saling tahu lah, aku suka kamu tanpa alasan dan bukan karena, entahlah jika kamu bilang kamu suka aku karena aku cukup cerdas, aku bisa memperlakukan mu dengan baik, aku malah tidak dapat menemukan satu alasan pun mengapa aku mencintaimu, aku butuh kamu untuk hidupku karena aku ingin hidup bersamamu, tak peduli apapun itu aku ingin kamu, meskipun harus menunggu lebih lama lagi”

Dia menangis dikala aku memutuskan melanjutkan studiku di tahun yang kita rencanakan untuk menikah, mungkin para pecinta akan dengan senang hati memakiku karena mengecewakan nya saat itu, bahkan aku tak mampu memberikan alasanku saat itu, keinginan itu membuat orang paling kucinta saat itu menangis, tapi bahkan dia tidak pergi meninggalkan ku,
“ ga papa ay, kita nikah pas kamu selesai kulaih nya ya” masih dengan berbesar hati dia menerima dan meghormati keputusaku
Bukan tidak banyak yang kami hadapi setelah saat  itu, sampai pada suatu sore dia mengirimkan sebuah pesan isi nya mengatakan kita harus berpisah, karena uang tabungan yang di kumpulkan selama ini harus digunkaan untuk membayar pinalti ke perusaahaan tempat dia bekerja, karena melanggar perjanjian kerja dimana karyawan tidak diperbolehkan pindah ke perusahaan klien, perusaahaan nya melayani sebuah perusahaan besar, dan untuk mengembangkan karier nya dia memutuskan pindah ke perusahaan yang lebih besar, yang sebelumnya telah di diskusikan  dengan ku, saat itu aku menegaskan tidak ingin berpisah ini tahun ke empat kita bersama, setelah berbagai penjelasan kita pun kembali lagi, rasanya mudah saja melewati nya jika hati punya arah dan jarum kompas yang sama,
Di perusaahan baru tempat dia bekerja, aku tidak begitu akrab dengan lingkungan nya, seperti perusahaan nya sebelumnya, yang bahkan nama OB nya sangat akrab di telinga, karyawan yang udah resign pun tak kalah akrab di telinga. Mungkin kesibukan ku dengan urusan kampus, dan kesibukan barunya sehingga kita berdua jarang membicarakan teman kantornya ataupun teman kampusku.

Hari ini jumat april 2014, tepat pukul 11.00 wita dia menelfonku, menayakan kabar ku, saat itu ku jawab baik seprti biasa, kemudian dia meminta aku mendoakaan nya, jawabkupun ia pasti selalu ku do’a kan, saat itu dia bilang mau meniakah, dan ku jawab ia kita menikah tahun ini, september setelah wisuda, dan dia menjawab, tidak dia akan menikah sabtu besok, dan dia tidak sedang bercanda saat itu dia menelpon dari dalam kereta menuju rumah calon pengantin nya
Tangan ku gemetar nyaris ponsel ditanganku terjatuh, bibir ku menganga, tak bisa keluar satu kata apa pun rasanya keluh, kaki ku tak bisa kurasakan lagi tubuh ini bagai melayang, ya tuhan seperti inikah rasanya, aku berusaha menyadarkan diri tak jelas apa yang di ucapkan nya melalui telefon tadi, ini tahun keenam kita, nyatakah yang diucapkan nya barusan?
Tak ingin mengganggu pekerjaanku, masih ku simpan semua yang terjadi siang itu sampai akhirnya dada ini terlalu sesak untuk menyimpan nya sendiri, tumpahlah semua di depan NYA. Seperti aliran anak sungai mengalir dari pelupuk mata, bahkan sekalipun diri ini rela menjadi pendosa untuk cinta, cinta bukan milik kita, dialah sang pemilik cinta, apa guna nya berharap kepada manusia jika dialah pemilik segalanya, ingin rasanya meminta agar dia tidak dijodohkan dengan wanita itu, dia kebutuhan ku, harusnya dia bersamaku? Tapi aku bisa apa ketika tangan tuhan yang menyatukan mereka dalam sebuah ikatan suci pernikahan, aku takut dengan keinginan diri ini, semakin jauh aku masuk dalam lubang dosa masih berani menginginkan  sesuatu yang olehnya bukan milik ku,  tentu saja tak mudah menghadapinya, tak perlu kujelaskan kita yang punya hati pasti bisa merasakan nya,  hancur bangunan kisah tiga hari untuk selamanya. Ini tidak mudah benar-benar tidak mudah tapi bukan tidak mungkin untuk ku melewatinya. dia bukan lagi kebutuhan ku melainkan hanya sekedar keinginan ku, bukan kah tuhan memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan, keputusan ini tidak serta merta dengan mudah di terima oleh logikaku saat itu, keadaan ini memberikan point of view yang baru buatku, bahwa berharaplah hanya padanya, bukan kepada makhluknya, cintailah makhuknya sekedar nya, karena kita hanya sebagian kecil miliknya termasuk rasa yang ada. ini bukan tanpa rasa kecewa, manusiawi rasa itu karena akupun juga ciptaan nya. Aku tak perlu menanyakan alasan nya, tak harus kupikirkan yang sudah kita lalui selama 6 tahun ini, buat apa? Dia punya hak untuk menetukan pilihan hidupnya, dan aku pun harus memilih pada akhirnya.
Tak akan ku sesali apa yang sudah kita lewati hampir enam tahun, dia pernah menjadi kebutuhan ku saat itu, dia juga mengajari banyak hal positif untukku, dia menjagaku lebih dari menjaga hidupnya, dia mengantarkanku untuk lebih dekat lagi dengan DIA, dia memberikan warna hidup yang akhirnya saya tau awan gelap yang mengantarkan hujan dan hujan akan meninggalkan pelangi.
Aku menarik nafas panjang melihat foto alumni terpajang ada fotoku disana, aku tersenyum saat itu, bahkan jika yang aku pikir kebutuhan ku hilang saat itu, aku masih bisa tersenyum, karena sekarang ku gantungkan harapan ku lebih tinggi dan hanya padaNYA.


1 September 2015
Biongo…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar